Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain (Soehadi, 1978:38).
Berbicara perihal dunia media massa di Indonesia, tentunya tidak bisa dipisahkan dari hadirnya bangsa Barat di tanah air kita. Memang tidak bisa dimungkiri, bahwa orang Eropa lah, khususnya bangsa Belanda, yang telah berjasa memelopori hadirnya dunia media massa di Indonesia. Masalahnya sebelum kehadiran mereka, tidak diberitakan adanya media masa yang dibuat oleh bangsa pribumi. Perkembangan media di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dunia cetak perlahan-lahan mulai beralih ke dunia digital dan elektronik. Semakin banyaknya perusahaan-perusahaan media memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat di dunia media massa.
Di dunia ada sosok yang disebut-sebut sebagai raja media internasional yaitu Rupert Murdoch. Rupert Murdoch (lahir 11 Maret 1931 di Australia) adalah mogul media multinasional yang penuh kontroversi. Murdoch berhasil membangun kekaisaran surat kabar dan tabloid yang tersebar dari Australia, Inggris hingga Amerika Serikat serta berekspansi ke televisi, film, internet, dan yang paling baru ke pasar berita keuangan. News Corp, perusahaan induk milik Murdoch, telah menjadi identik dengan namanya. Rupert Murdoch muda masuk ke Universitas Oxford di mana dia belajar politik dan ekonomi sambil menulis artikel untuk surat kabar mahasiswa. Setelah kematian ayahnya, Murdoch mewarisi saham pengendali di News Limited of Adelaide, Australia, yang menerbitkan The News, sebuah koran lokal. Pada tahun 1953, Rupert Murdoch meninggalkan Oxford untuk menjadi managing director News Limited hanya untuk menemukan ayahnya telah meninggalkan banyak utang. Setelah menjual saham berbagai surat kabar, Rupert Murdoch akhirnya berhasil meraih sukses termasuk memiliki majalah mingguan televisi bernama TV Week. Arus kas ekstra membuat Murdoch mampu meminjam uang untuk membiayai usaha lebih lanjut. Menguasai lebih banyak koran di sebagian besar Australia, Murdoch juga membeli The Daily Mirror, sebuah tabloid yang berbasis di Sydney.
Pada tahun 1964, Murdoch mendirikan koran nasional Australia pertama, The Australian, yang konon dimaksudkan untuk mendapatkan rasa hormat politik. Pada tahun 1968, Rupert Murdoch memperluas bisnis ke Inggris dengan memperoleh kendali The News of the World, surat kabar berbahasa Inggris paling populer pada masanya dengan sirkulasi internasional lebih dari 6 juta eksemplar. Murdoch juga membeli The Sun, sebuah majalah Inggris baru untuk kemudian berhasil diubah menjadi sebuah tabloid sukses. Pada tahun 1973, Rupert Murdoch mulai mengalihkan perhatian ke Amerika Serikat. Membeli berbagai surat kabar dan majalah, dia lantas mendirikan tabloid Star dan pada tahun 1976 membeli The New York Post. Murdoch lantas menjadi warga negara AS pada tahun 1985 untuk kemudian membeli stasiun televisi Amerika FOX Network yang sangat populer di kalangan pemirsa muda. Menyusul keberhasilan ini, Murdoch meluncurkan The Fox News Channel pada tahun 1996, stasiun kabel 24 jam yang dirancang untuk bersaing dengan CNN.
Pada tahun 2003, News Corp membeli 34% saham Hughes Electronics yang memiliki DirecTV ™, sebuah perusahaan satelit terkemuka. Namun, minat Murdoch di televisi dan satelit tidak spesifik hanya di Amerika Serikat. BSkyB (perusahaan satelit terkemuka Inggris), The National Geographic Channel, The History Channel, dan Nickelodeon tercatat dimiliki sebagian oleh Rupert Murdoch. Stasiun televisi lain yang berada di bawah bendera News Corp meluas hingga ke Italia, Selandia Baru, Asia, dan negara-negara lain. Pada tahun 2005, News Corp membeli Intermix Media Incorporated, pemilik sosial media populer MySpace. Murdoch juga mengakuisisi saham IGN Entertainment, sebuah perusahaan berbasis multimedia video yang memiliki website seperti Askmen, Gamespy, dan RottenTomatoes. Sementara tidak ada yang meragukan keberhasilan Rupert Murdoch, namun News Corp disinyalir mengemban pandangan politik Murdoch sendiri. Di Amerika Serikat, Murdoch dikenal sebagai pendukung pandanga Kristen konservatif dan Partai Republik. Dia secara terbuka mendukung Ronald Reagan, Pat Robertson dan George W. Bush dalam pemilihan presiden AS. Sebagian percaya bahwa media di bawah kepemilikan Murdoch diarahkan untuk mempromosikan agenda konservatif.
Dalam contoh terkenal selama perang Irak tahun 2003, majalah Australia, The Buletin, yang mewawancarai Murdoch menunjukkan bahwa dia menjadi pendukung perang, mengutip bahwa penurunan harga minyak sebagai alasan utama. FOX News Network (FNN), yang yang memiliki slogan “we report, you decide” juga mendapat kecaman karena memiliki kecenderungan neo-konservatif dan anti-liberal. Namun Murdoch tak terbendung. Pada tahun 2007, dia berusaha mengakuisisi Dow Jones dan salah satu koran paling dihormati di AS, The Wall Street Journal, dengan nilai tawaran US$ 5,6 miliar. Menurut laporan FOX awal Agustus 2007, kesepakatan telah dicapai dan News Corp akan meneruskan pembelian. Dow Jones dikenal memiliki banyak situs keuangan berpengaruh, termasuk MarketWatch. Dengan semua pencapaian tersebut, Rupert Murdoch memposisikan dirinya sebagai raja media yang memiliki jaringan koran, majalah, televisi, dan situs web yang dibaca miliaran orang. Di Hongkong Murdoch memiliki Star TV yang memiliki jaringan majoritas di India, China, Thailand, Filipina, Malaysia dan Indonesia (STAR-ANTV). Bisnis Murdoch seakan tidak mungkin terbendung.
Kembali ke negara kita, Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang mengalami proses perkembangan juga tidak kalah pesat dengan negara lain dalam pertumbuhan media massa. Indonesia tercatat sampai tahun 2012 telah memiliki sekitar 1248 stasiun radio, 1706 media cetak, 76stasiun televisi, 176 stasiun televisi yang telah mengajukan izin penyiaran, serta ratusan media online yang mulai tumbuh menjamur di Indonesia. Apalagi jika kita melihat sekarang ini, yang mana teknologi media terus mengalami kemajuan, sudah menjadi konsekuensi logis jika jumlah media massa dalam berbagai bentuk juga terus bertambah.
Perusahaan media massa cetak dan elektronik yang ada di Indonesia hanya dikuasai oleh 13 perusahaan raksasa saja. Siapakah mereka? Mereka adalah MNC Group dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo mempunyai 20 stasiun televisi, 22 stasiun radio, 7 media cetak dan 1 media online; Kompas Gramedia Group milik Jacob Oetomo memiliki 10 stasiun televisi, 12 stasiun radio, 89 media cetak dan 2 media online; Elang Mahkota Teknologi milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja mempunyai 3 stasiun televisi dan 1 mediaonline; sedangkan Mahaka Media dipunyai oleh Abdul Gani dan Erick Tohir mempunyai 2 stasiun televisi, 19 stasiun radio, dan 5 media cetak; CT Group dipunyai Chairul Tanjung memiliki jaringan 2 stasiun televisi, 1 media online.
Grup perusahaan lainnya adalah Beritasatu Media Holdings/Lippo Group yang dimiliki James Riady mempunyai 2 stasiun televisi, 10 media cetak dan 1 media online; Media Group milik Surya Paloh memiliki 1 stasiun televisi dan 3 media cetak; Visi Media Asia (Bakrie & Brothers) milik Anindya Bakrie mempunyai 2 stasiun televisi dan 1 mediaonline; Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan dan Azrul Ananda mempunyai 20 stasiun televisi, 171 media cetak dan 1 media online; MRA Media milik Adiguna Soetowo dan Soetikno Soedarjo memiliki 11 stasiun radio, 16 media cetak; Femina Group milik Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo mempunyai 2 stasiun radio dan 14 media cetak; Tempo Inti Media milik Yayasan Tempo memiliki 1 stasiun televisi, 1 stasiun radio, 3 media cetak dan 1 mediaonline; Media Bali Post Group (KMB) milik Satria Narada mempunyai 9 stasiun televisi, 8 stasiun radio, 8 media cetak dan 2 media online(Nugroho,Yanuar. dkk. 2012 dan Lim, M. 2012).
Jika dipetakan kembali, di luar 13 grup korporasi media massa nasional di atas terdapat perusahaan media raksasa milik negara [milik rakyat] yakni TVRI, RRI dan Kantor Berita Antara yang selama ini penggunaannya lebih diberdayakan sebagai “kepanjangan tangan” dari pemerintah yang sedang berkuasa, sehingga publik (masyarakat) merasa kurang memilikinya. Dan juga di berbagai daerah, hingga kini masih hidup perusahaan media lokal yang terlepas dari struktur manajemen 13 perusahaan raksasa nasional di atas. Mereka adalah KR Group (SKH Kedaulatan Rakyat, Koran Merapi Pembaruan, SKM Minggu Pagi, KR Radio), Pikiran Rakyat Group (Pikiran Rakyat, Galamedia, Pakuan, Priangan, Fajar Banten, Radio Parahyangan, Percetakan PT Granesia Bandung), Suara Merdeka Group (Suara Merdeka, Wawasan, Cempaka, Harian Tegal, Harian Pekalongan, Harian Semarang, Harian Banyumas dll.), Bisnis Indonesia Group (Bisnis Indonesia, Solopos, Harian Jogja, Solopos FM) serta grup perusahaan daerah lain.
Pihak ini banyak mempunyai tujuan yang mengacu pada ranah politik, media yang dimilikinya sengaja dijadikan kendaraan menuju tujuan politik masing-masing pihak. Bisa dibilang negara gagal dalam mengintervensi fungsi dan kepemilikan media untuk kepentingan bangsa. Yang terjadi justru sebaliknya, penguasa dan pengusaha malah bersama-sama menggunakan media untuk kepentingan mereka masing-masing. Regulasi penyiaran sebagai landasan tata kelola penyiaran indonesia yang berwujud UU tidak relevan sama sekali. Para elit politik kita tidak tanggung-tanggung lagi dalam konglomerasi media massa demi kepentingan politik dan ekonomi mereka dan partainya. Oligopoli media kita membuat media hanya dipegang segelintir kecil pihak. Rakyat benar-benar dirampas haknya oleh konglomerasi media, bahkan hak yang paling mendasar mendapatkan informasi yang layak dan benar.
Daftar Pustaka:
- http://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/
- http://www.amazine.co/28091/siapakah-rupert-murdoch-kisah-raja-media-internasional/
Foto:
- http://www.nias-bangkit.com/wp-content/uploads/2013/08/Media-massa.jpg
- http://kl.coconuts.co/sites/kl.coconuts.co/files/field/image/rupertmurdoch.jpg
- http://gema-nurani.com/wp-content/uploads/2012/11/mass_media.jpg_480_480_0_64000_0_1_0.jpg
- https://luthfimadura.files.wordpress.com/2009/04/media.jpg